FORDISHUM UNUD

ada waktunya kita cicara, ada waktunya kita mendengar, kita bicara supaya orang lain mampu mengetahui, kita mendengar supaya kita dapat mengetahui.

FORDISHUM UNUD

sobat menjadi dia yang tahu kekuranganmu, tetapi beri kelebihanmu. dia yang tahu ketakutanmu, tetapi beri keberanianmu

FORDISHUM UNUD

bila kita tetap memikirkan beberapa hal yang kecil, maka kita tidak lagi dulu mampu berfikir untuk beberapa hal yang besar

FORDISHUM UNUD

Dalam hidup, ada hal yang datang dengan sendirinya, dan ada hal yang harus diperjuangkan dahulu untuk mendapatkannya.

FORDISHUM UNUD

anda akal seseorang itu adalah pekerjaannya, dan tanda ilmu seseorang itu adalah perkataannya

Sunday, March 3, 2013

MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT

MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT



Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk menjamin kelangsungan penyelidikan ilmiah  hukum adat dan untuk memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat. Singkatnya menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu". Oleh sebab itu hukum adat dipelajari untuk memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran. Penyelidikan   tentang   hukum  adat semakin digiatkan dan pengajaran hukum adat di Universitas ditingkatkan.

Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak aslinya, menjauhkan hukum adat dari pengaruh modernisasi. Ini terselubung maksudnya untuk memudahkan penelitian tentang hukum adat. Pandangan teoritis ini sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat yang ditemukan itu untuk kepentingan masyarakatnya.

Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II, pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau dijadikan nomor dua.

Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu dipelajari dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia. Maka manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu haruslah bersifat praktis dan nasional.

Sifat praktis dan nasional itu dapat terlihat dari tiga sudut, yaitu:dari sudut pembinaan hukum nasional; dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia dan dalam praktek peradilan.


Perintis penemu hukum adat


Perintis penemu hukum adat



Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda, dapat dimasukan kedalam kelompok perintis penemu hukum adat. Ia adalah penemu desa di Jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenshap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah.

Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara sistimatis memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal istilah "adatrecht". Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai oleh Souck Hurgronje.

Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di pulau Jawa dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang dipublikasikan dikenal sebagai "History of Jawa". Penyelidikan dan pelajaran hukum adat Indonesia yang diadakan Raffles dimuat dalam suatu skema pajak-tanah yang dapat dibaca dalam "Substance of a Minute". Raffles masih mencampur aduk pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum adat). Ia seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan.

Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di Nederland. Pada umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai pamongpraja  di berbagai daerah di Indonesia yang kemudian menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama dengan hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht, baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli.

F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang bertugas di Lombok dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat tersendiri  terhadap hukum adat seperti    Wilken. Hasil karyanya terbatas hanya pada lingkungan adat tertentu, yaitu Bali dan Lombok.

Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven ialah Snouck Hurgronje. Ia adalah seorang    sarjana bahasa yang menjadi negarawan. Ia adalah orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal tentang daerah-daerah di  Indonesia    adalah "De Acehers" yang diterbitkan pada tahun 1893 dan 1894, dan "Het Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Kedua-duanya  mengenai hukum adat yang terpusat pada suatu lingkungan hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan dengan daerah-daerah lain di Nusantara.

TENTANG Van Vollenhoven
Dalam karya Van Vollenhoven berhubung dengan pelajaran hukum adat, ada tiga hal yang penting, yaitu Van Vollenhoven:
menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat  hukum adat identik dengan hukum agama (Islam) ; membela hukum adat terhadap usaha pembentuk Undang undang untuk mendesak atau menghilangkan hukum adat, dengan meyakinkan ;embentuk Undang-undang itu bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiri. Dan Membagi  wilayah  hukum adat Indonesia  dalam  19 lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen).